Saturday, September 04, 2010

Half Indonesian Air Force operated

Only half of the Indonesian air force is in a serviceable state.


Air Force Chief of Staff Air Marshal Herman Prayitno said in Pontianak, West Kalimantan on the 27th that of the country's 250 war planes only half were fully operational, due to the difficulties Indonesia faces in procuring spare parts for military aircraft. Most of the spare parts shortages are experienced with planes manufactured in the United States.




source here

Anti-Malaysian Jingoism, and the missing Golden Rule

Being out of the country means there is often a substantial delay before one gets one’s news, especially those lower down the rungs of urgency. So it is that your author, doing his Sunday web browsing, typed in ‘Jakarta’ in the Google News search box, and belatedly discovered the latest round of the perennial Indonesia-Malaysia dispute.

From today’s Jakarta Globe:

Having a movement has taken on a totally new meaning in this country thanks to some nincompoops who see the brown-colored end product of the bodily function as a viable instrument for expressing patriotism.

I’m referring to the farcical incident last week where a group of demonstrators flung human feces at the Malaysian Embassy in Jakarta.

I’d recommend reading the letter in full to get the whole picture. My initial reaction is that of despair, one I shared with the columnist, Mr. Siahaan — the lower elements in our society has again made a fool of all of us, with scant hope of anything positive coming out of this. One also thinks of similar xenophobic demonstrations in other countries whose political systems fall short of mature democracy — where such demonstrations are useful to let off steam, and to redirect resentment away from the ruling political class. After all, one could hardly imagine our own Parliament or National Palace be defaced in a similar way, with our national flag burned, without the perpetrators being severely dealt with.

It’s this double standard that, upon reflection, is the gist of my concern. Public display of fecal matter is a controversial topic — recall the New York controversy involving Chris Ofili’s painting of the Virgin Mary, even though in that context, the use is hardly derogatory, whereas in this case it certainly is. Not only insulting, but illegal — if defacing your neighbour’s property is illegal, defacing sovereign property is … I’m not a lawyer, but definitely a matter of foreign policy concern.

Compared to this, the flag-burning itself is less worrisome from a legal perspective, though equally troubling as a cultural phenomenon. After all, in most countries, only one’s own flag is sacrosanct from such acts of vandalism, and some more enlightened countries even protect the right of citizens to burn their own flag (kudos to the United States). Are we to be equated with the mobs of the Arab street, where US and Israeli flags, and effigies of their leaders, are periodically burned?

All the Abrahamic faiths, and many others, teach the Golden Rule:

“That which is hateful to you, do not do to your fellow. That is the whole Torah; the rest is the explanation; go and learn.”

—Talmud, Shabbat 31a
Do to others as you want them to do to you.
—Bible, Luke 6:31a
“None of you [truly] believes until he wishes for his brother what he wishes for himself.”
—An-Nawawi’s Forty Hadith 13 (p. 56)

As such, until we’re open-minded enough to see our public building defaced by a foreign mob, and our flag burned, we should not do so to others. The beauty of tolerance and mature rationality, of course, is that at that point in time we would not want to do it to others to begin with.

source:http://hircus.indonesiamatters.com/anti-malaysian-jingoism-and-the-missing-golden-rule-52/

One day the Indons will throw faeces to their flag and President. How rude...

Lagi Rintihan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia

Saya sudah cukup paham dengan media2 Indonesia…sudah lama saya amati…
Membuat saya marah dan benci pada media2 di dalam negeri sendiri…
Hanya pandai memprovokasi, kebanyakan awak jurnalisme kita hanya copy paste daripada yang lain ditambah bumbu2 sensasi…

Saya orang Indonesia, jujur pernah jadi TKI selama 6 tahun. Pahit manis telah saya telan ketika bekerja disana. Awal pertama datang kesana, saya memang punya ego yang besar dan ingin menunjukkan aku lebih hebat dari orang2 lokal (Malaysia). Tapi, lama2 saya mendapat pelajaran berharga. Bahwa sikap ramah tamah dan sopan santun yang mereka tawarkan pada saya dan kawan2 membuat kami luluh.

Para TKI seperti saya pada umumnya sangat nasionalis. Orang Indonesia memang terkenal nasionalisnya tinggi. Tapi, kalau nasionalis yang saya amati dan apa yang menghinggapi saya, ternyata adalah semu belaka. Ketika kita hanya berbangga-bangga dengan negara kita, nasionalis itu AKU banget. Sekedar bangga dan marah jika ada orang dari luar seskali berbuat salah kepada kita. Tapi, akhirnya saya sadarNasionalis itu apa yang harus kita berbuat untuk negara dengan arif dan bijaksana, lebih bijak menggunakan otak pikiran daripada emosi. Apa yang mesti kita perbuat untuk pembangunan negara kita menuju yang lebih baik.

Malaysia adalah negara yang menurut saya adalah negara Internasional. Anda bisa menemui orang2 dari berbagai penjuru dunia. Jadi, mereka sudah terbiasa dan kenal dengan watak2 dari pelbagai negara karena bukan saja mereka lihat orang2 asing dinegaranya, tapi mereka juga berkawan baik. Maka dari itu Malaysia adalah termasuk tempat favorite dari berbagai penjuru dunia. Karena, seakan-akan mereka diperlakukan sama dengan dengan warga negaranya sendiri.

Sebaliknya dengan kita, kita sehari-hari hanya sibuk dan berkenalan hanya dengan orang2 sekitar kita sesama Indonesia. Meski sebagian ada yang berteman dengan orang asing, tapi sangat2 sedikit sekali. Jadi, perbedaan Indonesia dengan Malaysia adalah…Kalau Malaysia negara yang orangnya lebih paham atas tabiat2 orang asing, sedangkan Indonesia bisa dikatakan hampir 99% buta terhadap tabiat2 orang asing, karena kebanyakan dari kita tidak bergaul sama sekali dengan orang2 dari berbagai penjuru dunia.

Jadi, penduduk Malaysia lebih punya rasa Internasionalis daripada kita. Sedangkan kita, lebih terkungkung/terkurung dalam sikap primodial kita. Jadi yang ada adalah, kita merasa lebih baik, lebih benar, dan sebagainnya dari orang asing tanpa mengetahui atau mengenal sama sekali orang lain tersebut. Jangankan dengan negara lain, antar RT saja bisa tawuran, antar sekolah, bahkan antar Universitas(sebenarnya ini paling memalukan di dunia-sebagai orang yang paling berpendidikan bisa berbuata konyol), antar suku dan lain2. Dan, ini jarang terjadi di negara lain….kecuali pada negara yang masih punya peradaban yang rendah.

Dalam permasalahan dengan Malaysia, kenapa kita masyarakat luas bisa terpancing emosi. Kenapa kalau yang TIDAK EMOSI dikatakan tidak nasionalis?Saya mau tanya pada orang2 yang emosi, seberapa banyak anda mengetahui, mengerti sampai mengenal mereka??Jawabanya adalah…BUTA….

Anda hanya tau info tentang Malaysia hanya sebatas dari Media2 lokal kita. Anda tau Media2 kita tersebut? sebagian mereka adalah awak jurnalisme yang mencari penghasilan dengan cara yang mudah, mengangkat tema2 yang mengundang sensai, aji mumpung(copy paste ajalah dari pada susah payah cari sendiri), keakuratannya sangat rendah, tidak pandai membawa pembaca/masyarakat kearah yang lebih baik alias kurang mendidik, dan yang jelas Media kita adalah salah satu MESIN PROVOKATOR terbaik didunia bagi masyarakat Indonesia.

Ini tak heran, kenapa jika kita mendengar sebuah perkataan saja “Malaysia”. Banyak yang langsung berpikiran negatif. Tanya kenapa? karena kita telah di “cuci otak” oleh media2 kita. Contoh: Kasus TKI, Perebutan Pulau, dll…

Mari kita telaah baik2…
Sebagai pengalaman saya sebagai TKI yang cukup lama, saya sendiri sempat tidak betah di Malaysia. Bukan karena saya disiksa atau tidak dihargai, atau diperlakukan semena-mena. Bahkan, saya dan teman2 yang jumlahnya ratusan tersebut merasa puas dengan perlakuan Negara Malaysia dan warga negaranya karena diperlakukan adil dan tidak dibeda-bedakan. Ketika media2 kita asyik dengan provokasinya2, waktu disana…saya berinisiatif untuk tanya kepada orang2 Indonesia yang jadi TKI disana. Mulai dari teman2 saya sampai TKI yang saya jumpai dijalan.

Pertanyaannya adalah, “Bagaimana anda bekerja disini?” “Apakah Malaysia tidak adil kepada anda?” “Kerasan atau tidak?” dsb…Coba apa yang saya dapatkan jawabanya dari mereka? Ternyata semua yang saya temui waktu itu merasa puas terhadap perlakuan “Malaysia”. Bahkan, sebagian dari para TKI tersebut berani berkata “Saya diperlakukan lebih adil disini(Malaysia), daripada dinegerinya sendiri”.

Lalu pertanyaannya adalah, Kenapa diMalaysia terjadi begitu banyak kasus2 para TKI? mulai dari penyiksaan, sampai kasus hukuman mati. Saya, jujur sebagai mantan TKI yang pernah kerja disana, juga turut bersedih jika ada siksaan dsb…Tapi, anda perlu tau. Itu tidak mencerminkan seluruh TKI diperlakukan kejam. TKI yang disiksa hanyalah gak ada seujung kuku dari jumlah keseluruhan TKI disana. Kejahatan bisa terjadi dimana-mana…Bahkan saya sering lihat di media2 kita yang mengabarkan pembantu disiram air panas, dipukul, sampai dibunuh di media2 kita. Lihat saja tv2 kita pada saat menayangkan berita kriminal.

So, Hampir semua TKI yang saya temui merasa hepy disana. Maka tak heran banyak yang sudah pulang kampung memutuskan untuk pergi kesana lagi. Bahkan, dengan cara ilegal sekalipun. Meski mereka tau kalau ilegal jika tertangkap hukumannya berat.

Dalam memberitakan masalah TKI, media kita pun tidak fair. Ini saya maklumi, karena awak media kita memang kurang mengenal mereka. Jadi, pemberitaan lebih membenarkan sepihak, yaitu pada kita sendiri tanpa perlu mengetaui pokok permasalahannya. Ibarat karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena kejahatan satu dua orang kita menghakimi seluruh rakyat Malaysia jahat. Oke, saya tanya pada diri dan anda semua, Pernahkah kita diajari “Comparasion/perbandingan” pada pelajaran matematika disekolah. So, berapa banyak orang TKI yang bekerja disana baik legal maupun ilegal? jawabanya adalah jutaan….anda akan mudah menemui orang indonesia disana, semudah anda menemui orang lokal(Malaysia). Dan, bandingkan dengan orang yang disiksa disana…Maka, orang yang mengatakan “Malaysia Kejam” terhadap TKI…saya harap anda buka lagi deh buku pelajaran matematikannya SD.

Lagi, kenapa disana banyak TKI yang kena kasus, mulai dari ilegal, sampai kriminalitas. Jawabanya adalah, kembali pada TKI tersebut. Orang Indonesia mencuri atau merampok,menjambret, menodong, memperkosa,melacur, membuat suasana kumuh, sampai membunuh , dsb…seperti pemberitaan hal yang biasa disana. Dan, pada pengalaman saya sendiri, berapa banyak asrama saya kemalingan…Lagi2 dilakukan oleh orang Indonesia, tawur(kalo tdk tawur tidak friend) dan masalah2 sepele lainnya.
Sebenarnya saya mau tulis komen sedikit, tapi ini dah terlalu panjang. Mungkin saya mau buat tulisan sendiri di kompasiana ini nanti..
Salam kenal mbak Wening, selamat belajar dan tolong ajak teman2 sesama pelajar ataupun para TKI disana menulis sesuatu yang benar dan adil tentang Malaysia untuk menangkis KEJAHATAN MEDIA2 KITA..kasian rakyat kita sudah mabuk karena provokasi mereka dan diombang-ambingkan oleh tulisan2 BUTA mereka. Karena, pada saat ini dinegara kita, orang bisa menulis apa saja tanpa mau mempertimbangkan sebab dan akibat. Yang terpenting adalah demi perutnya dirinya sendiri. Naudzu billah….

Rintihan Pelajar Indonesia di Malaysia

Salam dari Kami, Pelajar Indonesia yang Menuntut Ilmu di Malaysia.

Sebelumnya perkenalkan, saya adalah salah satu dari belasan ribu anak bangsa yang sedang menuntut ilmu di negeri sebrang yaitu Malaysia. Sudah hampir 3tahun saya belajar di Malaysia, tahun depan adalah tahun terakhir saya menuntut ilmu disini. Saya hanya sekedar ingin berbagi cerita kepada rekan-rekan sekalian tentang bagaimana kami disini.

Sejak pertama saya datang ke Malaysia, saya tidak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari teman-teman disini, baik itu oleh sesama warga Negara Indonesia, warga Negara Malaysia ataupun oleh warga Negara Asing lainnya. Atas kejadian yang sedang terjadi saat ini terhadap Indonesia dan Malaysia, saya merasa prihatin. Mengapa? Karena banyak orang yang berkomentar di media dengan mempertanyakan kami para pelajar Indonesia di sini. Bukan mempertanyakan keselamatan kami melainkan mereka mempertanyakan dimana rasa Nasionalis kami dan rasa peduli kami terhadap Bangsa Indonesia. Mereka bertanya “Mengapa kami memilih Malaysia untuk tempat kami belajar disaat masih banyak Universitas berkualitas di Indonesia yang dapat memberikan banyak ilmu kepada kami?”

Jawaban dari saya pribadi adalah, memang benar masih banyak Universitas terkemuka di Indonesia yg menjanjikan untuk kita. Tapi sekarang, apalah arti dari sebuah nama Universitas terkemuka itu. Mungkin dulu, kalau kita bisa diterima menjadi salah seorang mahasiswa disana, perasaan bangga akan muncul karena kita dapat dikategorikan kedalam jajaran mahasiswa-mahasiswa dengan prestasi yang tinggi. Tapi sekarang? Dengan semakin banyaknya Ujian Saringan Masuk yang mengharuskan kita untuk memberikan Dana Sumbangan Pembangunan sebesar mungkin agar menjamin kita untuk dapat diterima di universitas tersebut, apalah arti dari prestasi kita? Banyak pelajar berprestasi tapi dia tidak bisa diterima oleh Universitas terkemuka hanya karena dia tidak dapat memenuhi standar Dana Sumbangan Pembangunan. Sungguh disayangkan sekali. Karena itu saya memutuskan untuk mengambil pendidikan diluar Indonesia.

Tapi mengapa harus Malaysia? Karena letak geografis Malaysia masih dekat dengan Indonesia, dan dengan budaya yang hampir sama akan memudahkan saya untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Ada salah satu komentar di salah satu artikel yang mengatakan bahwa kami pelajar-pelajar Indonesia di Malaysia itu adalah pelajar-pelajar yang hanya sok ingin menuntut ilmu di luar negeri tapi dengan modal nanggung tidak seperti mereka-mereka yang belajar sampai ke Eropa. YA! Memang benar biaya juga menjadi salah satu alasan saya dan keluarga saya memilih Malaysia. Dengan biaya yang hampir sama dengan “Dana Sumbangan Pembangunan” Universitas terkemuka di Indonesia, saya bisa sekolah disini dengan mendapatkan poin plus yaitu belajar lebih mandiri dan mendapat banyak teman baru dari mancanegara. Dan saya pun bisa mendapatkan kesempatan untuk memperkenalkan Indonesia lebih jauh lagi. Sungguh disayangkan mengapa mereka-mereka yang mengaku sedang menuntut Ilmu di Eropa malah mempunyai pikiran sedangkal itu. Apalah gunanya anda berbangga hati dengan apa yg sedang anda lakukan skrg di Eropa tapi tidak dibarengi dengan pola pikir yang baik?

Ada lagi yang mengatakan, bahwa kami tidak mempunyai rasa Nasionalis karena kami hanya berdiam diri tidak memberikan pembelaan terhadap petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia yang ditangkap oleh Polisi Diraja Malaysia. Mereka menanyakan, mengapa kami diam saja? Mengapa kami tidak berdemo ke Polisi Diraja Malaysia untuk segera membebaskan 3 petugas DKP yg ditahan? Saya menjadi bingung. Itukah yang orang-orang Indonesia harapkan dari kami yg sedang berada disini? Apakah berdemo akan menyelesaikan masalah? Masalah perbatasan laut Indonesia dan Malaysia itu sudah cukup lama terjadi dan sampai sekarang belum juga menemui penyelesaian yg jelas. Biarlah para petinggi-petinggi dari kedua negara yang meyelesaikan masalah itu. Janganlah kita mudah terprovokasi oleh keadaan tanpa mengetahui seluk beluk permasalahan secara jelas. Berpikir pintar dan bertindak bijak akan sangat membantu kita semua untuk keluar dari semua permasalahan ini dibandingkan dengan hanya adu otot.

Belum sampai disitu, hujatan masih terus menghampiri kami pelajar Indonesia yang ada di Malaysia. Di salah satu artikel ada yang mengatakan “Kalian gak usah pulang aja! Kita-kita di Indonesia nggak butuh kalian yang tidak mempunyai rasa bangga terhadap Negara sendiri” begitulah kira-kira kalimatnya. Itu semua salah besar! Dari mana mereka bisa berpendapat seperti itu tanpa mengetahui apa yg telah kami lakukan disini? Sekedar informasi, saya dan teman-teman saya yg berada di Malaysia baru saja melaksanakan peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 65 di kampus saya. Kami diberikan izin untuk mengibarkan sang saka Merah Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Tidak hanya warga Indonesia yg kami undang untuk merayakan kemerdekaan kita, kami juga mengundang teman-teman kami yg berasal dari berbagai macam Negara,termasuk rekan-rekan kami dari Malaysia. Sekarang saya berani bertanya kepada anda pelajar Indonesia yang sedang berada di Tanah Air. Dimana kalian pada saat tanggal 17 Agustus kemarin? Apa yang anda lakukan untuk mengisi peringatan kemerdekaan kita kemarin? Menikmati “tanggal merah” dengan jalan-jalan ke Mall? Atau menikmati “tanggal merah” dengan bersantai dirumah? Sekarang masih maukah anda mengatakan bahwa kami tidak mempunyai rasa bangga terhadap negeri kami sendiri?

Jika saya harus menjelaskan satu-satu disini apa saja yang telah saya dan teman-teman saya lakukan di Malaysia untuk mengharumkan nama bangsa Indonesia, mungkin tidak akan cukup berpuluh-puluh ribu karakter lagi untuk saya agar dapat menjelaskan semuanya. Jadi saya mohon kepada teman-teman semua yang berada di Indonesia, tolong janganlah anda semua dengan mudahnya menuding kami dengan pernyataan yang anda pun belum tentu tahu akan kebenarannya. Juga terhadap media yang ada di Indonesia agar lebih selektif lagi dalam menyaring berita yang akan dikonsumsi oleh publik. Janganlah kalian membuat berita yang hanya dapat menyulut amarah dan menjadikan provokasi diantara kita semua. Kami disini akan terus berusaha semampu kami untuk tetap mengarumkan nama bangsa Indonesia agar kami bisa dengan bangga mengatakan “I am Indonesian!”.

Bravo Neng, gue tabik sama lu.

Friday, September 03, 2010

Nelayan Malaysia di Peras Ugut di Indonesia

Mungkin berita ini tidak di pamerkan di dada akhbar Malaysia . Baca di sini;

Jakarta - 3 Petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan 7 nelayan Malaysia masing-masing telah dibebaskan. Namun ada sedikit data terungkap soal pembebasan ini. Berdasarkan laporan polisi Malaysia yang beredar, niat pertukaran datang dari KKP.

"Ketika dalam perjalanan pulang ke Tanjung Pengelih, ketua botronda PC 9 (kapal patroli Malaysia) memaklumkan kepada pegawai bertugas Marin Tampoi bahwa Ketua Botronda Perikanan Indonesia dikenali dengan nama Harmanto telah menalipon salah seorang anggotanya Erwan Masdar yang sedang ditahan oleh PC 9 supaya membuat pertukaran krew/taikong bot nelayan Malaysia dengan 3 anggotanya," tulis dokumen polisi Malaysia yang beredar di kalangan wartawan Sabtu (4/9/2010).

Dokumen 10 halaman itu berkop Markas Pasukan Gerakan Marin Polis Diraja Malaysia wilayah Johor. Tertanggal 15 Agustus 2010 dan ditandatangani Kalaichelvan Nadarajah Timbalan Komander Pasukan Gerakan Marin Wilayah 2 Polisi Diraja Malaysia 81200 Tampoi Johor.

Sebelumnya mengenai pertukaran ini ramai dibahas di Indonesia. Kritik mengalir bahwa Indonesia bersikap lemah sehingga mau melakukan pertukaran.

"Walau bagaimanapun pihak Pasukan Gerakan Marin tidak setuju. Pihak marin mengambil tindakan mengikut peraturan dan perundangan," tulis laporan itu menjawab permintaan pertukaran tawanan petugas KKP.

Dokumen ini sudah beredar sejak 2 pekan lalu. Dalam dokumen juga dituliskan kalau polisi Malaysia berhasil menyelamatkan 8 nelayan dan sejumlah kapal miliknya dari penangkapan petugas Indonesia. Mereka juga yakin penangkapan petugas Indonesia dilakukan di wilayah Malaysia.

Berita sebelumnya;


Jakarta - Beredar laporan mengejutkan milik Malaysia mengenai ulah oknum petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam dokumen berkop Markas Pasukan Gerakan Marin Polis Diraja Malaysia wilayah Johor itu tertulis laporan bahwa oknum petugas Indonesia memeras nelayan Malaysia.

Dalam dokumen yang beredar di kalangan wartawan ini, Sabtu (4/9/2010) dituliskan oknum yang diduga petugas KKP yang menangkap nelayan Malaysia itu meminta uang 3.500 Ringgit Malaysia. Permintaan uang itu dikirimkan melalui SMS kepada salah seorang keluarga nelayan Malaysia yang ditangkap bernama En Booh AH Cio.

"Tolong kirim RM 1.000 untuk Taikong Melayu, untuk 3 orang Cina RM 2.500. Jadi semua RM 3.500. Kirim lewat Western UNion atas nama Harun no KTP 217107170865xxxx alamat Tanjung Playu Sel Beduk, Batam, Ok?" demikian isi SMS itu.

Nah, dalam laporan setebal 10 halaman itu, dengan dasar isi SMS tersebut polisi Malaysia mengklaim warganya diculik dan diperas. Laporan ditandatangani Kalaichelvan Nadarajah, timbalan komander Pasukan Gerakan Marin Wilayah 2 Polisi Diraja Malaysia.

"En Booh mengesyaki (menduga) SMS tersebut telah dihantar oleh seorang pegawai pemguatkuasa perikanan Indonesia yang telah menahan abangnya bernama Boh Kee Soo," tulis laporan polisi Malaysia.

Laporan pihak Malaysia itu dibuat pada 15 Agustus 2010 dan ditujukan kepada Eldiran Husawny di Wisma Putra Kuala Lumpur, yang menangani desk Indonesia.

Sebelumnya Menteri KKP Fadel Muhammad pernah ditanyakan mengenai dugaan pemerasan oleh naka buahnya. Saat itu, tegas-tegas Fadel membantahnya, namun dia mengaku akan melakukan penyelidikan.

"Tidak ada, tidak ada. Kecurigannya besar seperti itu. Kita telusuri," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad usai diskusi di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakpus, pada Sabtu (21/8/2010).

Rupa nya polis di Indon sesukaan mengambil uang dari Malaysia. Bapak bapak di sana ngak cukup uang ya, mari lah bekerja sebagai TKI di Malaysia. 
Para demostrans juga di upah Rp 100,000, nah kalo gitu kita ayuh kita ke Malaysia cari makan.Sebulan gajinya Rp 3 Juta.